Relokasi Ibukota dari Perspektif Digital di Indonesia

Redaktur : Shafira Maritza P

Relokasi ibukota diketahui telah menjadi agenda kenegaraan yang direncanakan dan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 2019 silam. Perencanaan relokasi ibukota menuju Pulau Kalimantan kemudian kembali diumumkan akan menuju sebagian wilayah di Kabupaten Penajem Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Gagasan pemindahan ibukota yang telah tercetus sejak 60 tahun lalu tentunya memiliki beberapa faktor pendorong yang kuat, antara lain:

1) Tingkat Densitas Tinggi

Merupakan sebuah rahasia umum bahwa Pulau Jawa tengah mengalami pertumbuhan penduduk yang begitu cepat dan tidak terkendali. Peran kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat kendali perekonomian dan bisnis negara membuat 52% dari populasi nasional memilih untuk menetap dan menjadi warga ibukota.

2) Distribusi Pendapatan Tidak Merata

Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Pulau Jawa masih menyumbang sebagian besar angka PDB negara di tahun 2020, dengan besaran 59% dari total PDB nasional. Dari angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih terjadi ketimpangan antara pendapatan di Pulau Jawa dan daerah lainnya.

3) Ketidakseimbangan Ekosistem

Berbagai masalah lingkungan telah terjadi di Pulau Jawa selama beberapa tahun belakangan. Selain krisis air bersih, Pulau Jawa diketahui mengalami penurunan muka tanah sebanyak 10-20 cm per tahunnya sehingga kota pesisir rentan untuk tenggelam hingga ke bawah permukaan laut.

Keberagaman Indonesia dari segala aspek yang dimilikinya tentunya memiliki tingkat kerumitannya masing-masing. Keberagaman tersebut pula yang menghasilkan nilai potensial untuk dapat bersaing dengan keunggulan kompetitif global. Melihat dari perspektif kacamata digital, untuk meraih keunggulan kompetitif yang berkelanjutan Indonesia harus melakukan digitalisasi dan melengkapi ibukota baru dengan berbagai kebijakan yang mendukungnya. Oleh karena itu, hal-hal terkait infrastruktur digital, proses bisnis, dan layanan harus direncanakan dan dieksekusi dengan baik untuk melengkapi ibukota yang baru dengan berbagai kemampuan inovasi digital. Beberapa pemikiran mengenai strategi pengembangan teknologi dan digitalisasi di ibukota tersebut, antara lain:

1) Perencanaan Strategis

Agenda relokasi yang telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020 – 2024 membuat otoritas digital pusat perlu mengambil sebuah langkah untuk perumusan dan perencanaan strategi. Perencanaan digital strategis bertujuan untuk memastikan keselarasan antara tujuan bisnis dan kemampuan digital tercapai dengan baik. Pada gilirannya, perencanaan ini akan menghasilkan rencana pengembangan aplikasi pemerintahan yang beragam. Hal ini juga memungkinkan lahirnya inovasi besar yang berbeda melalui teknologi digital yang memegang peran utama dalam pergeseran proses bisnis pemerintahan.

2) Digitalisasi Pemerintahan

Digitalisasi pemerintahan nantinya akan berfokus pada pembentukan kepengurusan, akuntabilitas, peran, dan otoritas pengambilan keputusan untuk keberadaan digitalisasi kota. Mempertimbangkan luasnya visi misi digital untuk ibukota yang baru, ditambah dengan fakta bahwa pemerintahan tersebut akan diterapkan di lingkungan yang baru memunculkan tantangan yang berbeda apabila dibandingkan dengan penerapan di Pulau Jawa yang relatif stabil. Dengan begitu, pemerintah perlu menyediakan program tata kelola digital yang fleksibel tanpa mengorbankan struktur dan akuntabilitas.

3) Smart Nation

Relokasi ibukota tidak hanya berarti memindahkan gedung-gedung tinggi di seluruh penjuru kota Jakarta. Oleh karena itu, persiapannya tidak hanya mencakup smart city, melainkan juga smart nation. Konsep smart city adalah kunci untuk mendorong inovasi dan meningkatkan kualitas penduduk melalui penggunaan teknologi informasi. Membangun ekosistem teknologi yang memadai untuk mendukung smart properties merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah. Berbagai infrastruktur teknologi diperlukan dengan dukungan jaringan backbone yang kuat untuk menghubungi ribuan perangkat teknologi di seluruh penjuru kota. Untuk membangun kemampuan ini, diperlukan pengoptimalan berbagai teknologi infrastruktur seperti layanan cloud hyperscale, sensor limbah pintar terintegrasi, konektivitas 5G, dan dukungan serat optik.

4) E-Government

Layanan kepemerintahan saat ini terganggu oleh data yang tidak terintegrasi, kurangnya kepemilikan suatu informasi, dan proses bisnis yang tidak dapat diprediksi sehingga menimbulkan ketidakpuasan atas sistem kerja yang buruk. Peraturan Presiden (PP) No. 95/2018 kemudian menjadi awal dari tumbuhnya harapan akan sistem pemerintahan berbasis elektronik SPBE yang terintegrasi dengan lebih baik. Peluncuran SPBE ini sekaligus bertujuan untuk menciptakan proses kerja yang efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik.

5) Digital Talent

Pembentukan smart city tentunya diperlukan untuk mengakomodir kebutuhan digital talent Indonesia di masa depan. Pada tahun 2030 hingga 2040, diperkirakan pekerjaan yang tersedia akan lebih terotomatisasi, terdigitalisasi, dan dinamis. Oleh karena itu, pemerintah harus mulai menyiapkan tenaga kerja yang siap dengan inovasi digital ibukota baru yang akan datang. Tuntutan mengenai perubahan ini akan menuntut sebuah generasi yang memiliki keahlian kognitif, interpersonal, dan kepemimpinan diri yang didukung oleh kemahiran digital yang baik.

6) Keamanan

Dalam pengembangan smart city, infrastruktur terpenting selain cloud computing sebagai pusat penyimpanan data adalah jaringan yang digunakan. Tanpa jaringan utama atau backbone, perangkat dan platform tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat mengganggu layanan publik dan pemerintah serta memengaruhi pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Selain itu, smart city juga harus memiliki perlindungan atas privasi penggunanya dari ancaman dunia maya sebab kasus mengenai kebocoran data kependudukan sering ditemukan untuk kemudian diproses dan disimpan tanpa perlindungan dan enkripsi.

Sumber:

Ritchi, Hamzah and Syahrir, Syahraki. 2021. Veda Praxis: Eying Indonesia’s capital move out of Jakarta through a digital lens.  Vision by Protiviti. Retrieved on 5 November 2021 from https://vision.protiviti.com/insight/veda-praxis-eying-indonesias-capital-move-out-jakarta-through-digital-lens .

Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *